Friday, October 30, 2009

Anak Cengeng Kangen Karo Bapake....


Belakangan ini aku sering ngimpi ngobrol sama Bapak.


Aku jarang sekali ngobrol sama Bapak.

Abis, Bapak kalau diajak ngobrol... jawabannya pendek-pendek... dan suka pedes nyelekit komentarnya.

Tapi sekarang, aku kangen sekali momen dimana aku dan Bapak duduk berdua ... diem nggak ngerti mau ngomong apa.

dan masing-masing sibuk dengan cangkir kopinya.

Dari si Mamah, aku belajar tentang pemaknaan hidup.

Dari si Mamah, aku belajar menghargai detil-detil kecil dalam hidup dan berbahagia karenanya.

Dari Bapak, aku belajar bahwa hidup cuma menyisakan ruang lapang buat orang-orang kuat ... orang-orang yang tahan banting ... bukan pecundang .. .bukan pengecut.

Bapak pernah bilang:

"Agus boleh cengeng, tapi Bapak nggak ngajarin kamu jadi pengecut!"

"Kayak gitu aja kok ngeluh ... ayo kerjain lagi! awas! kalo berhenti ... bapak pukul pake gagang sapu!"

"Kamu itu kuat ... tapi gampang nyerah! mau Bapak lelepin?! ayo ngapung! ntar Bapak ceburin ke yang lebih dalem baru nyaho!"

"Bapak yakin sama Agus ... kamu bisa lari 6 keliling! kalo kamu sampe pingsan gara-gara itu ... Bapak beliin apa yang kamu pengen! Bapak yakin sama kamu... jangan cengeng ... jangan kasih Bapak muka jelek.. lari! sekarang!"

"Ya udah, nangis dulu sana! kalo udah selesai nangisnya.. terusin lagi ya!"

Spartan banget!

Dulu saya benci banget.

Tapi sekarang baru kerasa.

Ini cara Bapak menempa saya untuk lebih bisa menghargai diri sendiri. Bahwa aku sering lupa kalau aku ini lebih kuat dibanding yang aku pikir.

Ini cara Bapak mau bilang, "Agus bisa kalau Agus mau!"

Sekarang, kalau lagi merasa nggak ada daya lagi buat melakukan apapun.

Aku kayak denger suara Bapak.

"Agus bisa kalau Agus mau!"

Dan karena itulah,

Sekarang aku kangen sekali sama Bapak.


Thursday, October 29, 2009

Buah Duku Buah Selasih, Sekian Terima Kasih ...



Terima kasih,


Untuk setiap keajaiban-keajaiban kecil dalam hidup.

Kamu adalah pemantik api.

Terima kasih,

Setiap saat bersamamu, seperti membuka kotak perhiasan yang ditimpa sinar matahari pagi.

Kamu berhasil memunculkan pendar di setiap detiknya.

Terima kasih,

Telah membawaku memasuki relung-relung paling dalam hingga memunculkan pemaknaan baru tentang apa itu bahagia.

Kamu adalah kereta kencana dalam dongeng.

dan yang terakhir,

Terima kasih sudah memaknai kesempurnaan dalam ketidaksempurnaanku ...

hari ini

nanti

esok

i love you.

Saturday, October 24, 2009

Tentang Kerinduan ...



Sayang, surat ini kutulis saat embun mulai membeku


jejakmu disini membeku.

dan bayanganmu, membuat sepi jadi mati suri.

Rasa haus ku padamu seperti air tertuang pada gelas retak.

pada satu kali tertuang dan seterusnya tak akan genap.

sampai engkau hadir dan jejakmu cair.

Wednesday, October 14, 2009

Menyanyi Dengan Hati ...


Semalam, diajak karib kantor menikmati pertunjukkan ini.

Dari segi musikalitas Andi Rianto berhasil menangkap jiwa dari setiap lagu-lagu ABBA. Abaikan hal-hal yang sifatnya teknis dalam bermusik. Mungkin ada kurang disana sini. Tapi setidaknya, RASA dari setiap lagu, jelas dikecap indra.

Banyak yang kecewa dengan tata lampu, sound system yang membuat performa pertunjukkan jadi tidak maksimal, jalinan alur pertunjukkan yang tersendat-sendat karena tidak ada tautan di setiap perpindahan lagu yang membuat kami serasa sedang melakukan kopulasi dan pintu kamar keburu digedor hansip sebelum kami mencapai klimaks.

Aku termasuk salah satu yang kecewa.

Karena semestinya, kemegahan komposisi yang dibuat Andi Rianto akan makin bermakna kalau hal-hal yang diatas tidak terjadi.

Dibayanganku, pertunjukkan ini akan menampilkan sentuhan personal dari para penampil dihubungkan dengan lagu-lagu ABBA yang akan mereka bawakan.

Titi DJ bilang gini misalnya sebelum dia menyanyi,"Setiap saya nyanyi Dancing Queen, saya inget jaman saya masih kecil... Ibu saya tiap bersih-bersih rumah selalu memutar lagu ini dan geyol-geyol sendiri sambil ngepel... rumah bersih, hati Ibu saya senang ... saya juga senang karena ndak perlu capek-capek ngepel"

Atau Agnes Monica bilang gini misalnya, "Lagu The Winner Takes It All bikin saya inget pas putus sama pacar saya yang brondong dulu..."

tanpa penaut di tiap jeda lagu ... aku kayak ndenger musik di kafe-kafe gitu lah ...

Tapi segala kekurangan terbayar dengan beberapa penampil yang menyanyi tidak hanya dengan teknik suara yang mumpuni, tapi juga dengan hati.

Penyanyi yang baik menurutku adalah yang mampu menyampaikan rasa di setiap lagu yang dibawa ...

tidak hanya lewat suara ... bahasa tubuh mengambil porsi juga untuk yang satu ini.

Titi DJ nyanyi "Slipping Through My Fingers" .... Agnes Monica nyanyi "The Winner Takes It All" ... sayang, di ujung pertunjukkan Agnes Monica kok buat nyanyi Dancing Queen aja mesti mbawa contekan ...lha piye tho?!

Mas Andi Rianto, menunggu pertunjukkanmu berikutnya ya .... permintaan pribadi, boleh ndak lagu-lagunya Boney M :) heheheheh


Saturday, October 10, 2009

Surat Cinta ... (Part 3)



Aan, adikku.

Ini Mas Agus.

Coba tebak aku lagi dimana?

Betul, aku sedang ada di sebuah kedai kopi dimana aroma yang selalu berhasil menenangkan benak, bersarang. Kamu kan tahu, dari kecil setiap aku sedang gundah, kamu selalu akan mendapati Mas ngendon di dapur menyeduh kopi dan membaui kepulan yang meruapkan aroma kopi sampai percampuran air panas dan bubuk kopi mendingin kehilangan daya tanpa sedikit pun aku terpikir untuk meminumnya.

Aroma kopi membuat damai

Tapi seperti kau tahu juga, aku selalu memilih bersekutu dengan teh.

Secangkir kopi susu ada di depanku sekarang.

uapnya berarak memasuki lubang hidung.

Dan membawaku membuka kembali gambaranmu di benakku.

Satu hal yang aku sesali sampai sekarang wahai Aan, adikku. Kita tidak pernah punya foto-foto jaman kita masih kecil.

Pergi ke studio foto atau membeli tustel sepertinya tidak pernah terlintas dalam pikiran kita waktu itu. foto dan tustel sepertinya benda mewah buat kita.

Jangan kuatir, kita tidak perlu benda itu untuk membantu mengenang peristiwa-peristiwa penting dalam hidup kita.

Kenangan itu telanjur menggurat dalam benak. Meninggal bekas yang jelas dan teraba sedemikian nyata.

Kamu dan Aku seperti satu keping koin recehan semesta.

Satu dengan dua sisi yang berbeda.

ketika yang satu kehilangan sisi yang lain, maka Ia jadi kehilangan maknanya.

demikian pula kita.

Engkau adalah kepingan jiwa yang melengkapi.

Aku adalah kepingan jiwa yang menggenapimu.

Jaman kita kecil dulu,

Kamu adalah Jendral

Aku adalah staf ahli hehehe.

Aku si peramu.

Kamu agen yang membuat ramuan menjadi nyata.

Masih kuingat, kenakalan-kenakalan jaman kita kecil.

Mencuri pepaya bangkok.

Mengambil pucuk-pucuk muda daun singkong untuk dibawa pulang.

Main layangan sampe gosong kulit.

Aku si cengeng penakut

Kamu si gagah pemberani

Bersamamu aku merasa dilindungi.

Setiap kenakalan yang kamu buat, aku ada.

Sekarang aku mengerti... kenapa setiap kenakalan yang kamu lakukan, dengan sadar kau tidak lupa menyertakan aku, kakakmu ini.

Supaya Mamah akan sedikiiit berkurang ngamuknya kan? :) hahahahaha.

Kita berbagi mimpi yang sama.

Aku masih ingat jelas pembicaraan kita dulu sebelum tidur.

"Mas, pokoknya kita harus bisa lebih baik dari Bapak ya... aku mau jadi Polisi!"

"Iya, aku juga... aku mau jadi Polisi... Akabri!"

"Kalo Mas gagal ... kamu jangan gagal ya! janji!"

Aku sudah mencoba... dan gagal waktu itu ... sedihnya bukan kepalang.

Kamu cuma berkata singkat, "Tenang Mas ... Aan pasti nggak gagal!"

Kamu menghidupkan kembali mimpi masa kecil kita.

Masih kuingat, betapa dadaku meledak bangga saat pertama kali kamu pulang pendidikan. Kepala botak, seragam coklat, sepatu tentara ...

Adikku gagah sekali.

Masih kuingat, aku menangis tak henti saat melihat upacara kelulusanmu.

Kamu adalah kebanggaanku seumur hidup.

Aku saksi hidup perubahanmu menjadi lelaki sejati.

Masih kuingat jelas, saat kamu ijab kabul.

Adikku sudah menemukan jalan hidupnya ... paripurna.

Jangan ragu adikku ... saat engkau menoleh ke belakang. Aku akan selalu setia melihat punggungmu dan memastikan bahwa engkau akan baik-baik saja.

Aral yang melintang biar aku hadapi.

Sama seperti saat kecil kamu gagah berani berantem dengan siapa pun yang mengganggu kakakmu ini.

Satu permintaanku.

Meskipun engkau sudah memiliki dunia kecilmu. Anak yang lucu... Istri yang baik budi.

Berikan sedikit waktu untuk Mamah ya.

Mumpung saat ini, kamu yang paling dekat dengannya sementara aku di rantau.

Ajaklah ia bicara hati ke hati sesering yang kamu bisa.

Semakin tua, semakin gampang ia diserang sepi.

Manjakan Ia sesering yang kamu bisa.

Ajak Ia makan enak beramai-ramai dengan cucu kesayangannya dan istrimu.

Aku akan menelpon Mamah sesering yang aku bisa.

Mengirimkan uang saku walaupun Ia tak meminta.

Memanjakannya sebisaku.

Dulu Ia sudah menjaga kita.

Sekarang giliran kita.

Selamanya, engkau akan menjadi kebanggaanku yang paling berharga.

kepingan jiwa yang melengkapi.

Aku sayang sama Aan.

Perkawinan air panas dan bubuk kopi di cangkirku sudah kehilangan dayanya.

Aku sudahi saja surat ini ya.

Peluk cium dariku, Kakakmu.

Agus Hariyo Purnomo.

-----------------------------------

Disarikan dari pembicaraan hati di pagi hari tanpa kata sambil menikmati satu kerat roti dan kopi.



Thursday, October 08, 2009

Surat Cinta ... (Part 2)



Kutemukan surat ini di sela tumpukan kertas tak bergunda di gudang.

Tak sampai kalimat pertama selesai, aku sudah tidak kuasa membendung air mata.

..........................................

Surat untuk Agus Hariyo Purnomo.

Anakku, ini Bapak.

Mungkin lembaran surat ini tak akan pernah engkau tahu ... tak akan pernah kau baca. Karena, aku tak cukup kuat untuk memberikannya.

Menulis surat ini seperti memutar ulang kaset video dan menikmati detik-detik gambar lama muncul kembali.

Aku masih ingat, bagaimana lucunya dulu mamahmu ngidam jaman mengandung jabang bayi anak sulungku. Mosok tho cah bagus, Mamahmu itu harus setiap pagi diantar ke pom bensin untuk membaui aroma bensin supaya rasa mualnya hilang.

Atau, Bapak juga masih inget gimana bingungnya nyari tiwul pagi-pagi buta buat Mamah karena engkau yang mengendon di kandungannya berteriak-teriak minta tiwul.

Apa pun, aku rela lakukan saat engkau dimunculkan ke dunia. dari kamu nyaman di perut Mamah sampai suaramu terdengar pertama kali di dunia.

Saat tanganmu menyentuh kulit Bapak pertama kali... aku seperti menjadi lelaki paling beruntung di dunia. Bahkan, rasa ini mengalahkan apa yang Bapak dulu rasakan waktu Bapak menikah dengan Mamahmu.

Kamu, membuatku menjadi lelaki paling beruntung ... paling bahagia di dunia.

Engkau adalah anugerah terindah dan paling berharga untukku.

Agus, Bapak minta maaf kalau selama ini bersikap keras sama Agus.

Untuk menjagamu ... anakku, aku membangun benteng yang kokoh untuk melindungimu. Dunia di luar sana begitu keras, kejam dan setiap saat menginginkanmu untuk tersakiti. Biarkan aku menjadi bentengmu. Tempat dimana engkau terlindungi dan merasa aman sama seperti saat engkau ada di perut Mamah.

Yang aku tidak sadari... dimatamu, aku menjadi seperti tembok yang dingin, kaku tanpa hati.

Engkau kesulitan melihat sisi rapuhku sebagai seorang Bapak .. orang tua ... seorang manusia.

Aku tak seperti Mamah yang mampu mencairkan lara dengan senyum

Aku tak seperti Mamah yang mampu mengisi sudut ruang dengan suara gitar dan nyanyiaan

Mungkin juga, aku tak pernah bisa sabar mengajarimu berenang

Tapi dalam dinginku... aku menyimpan sejuta kebanggaan padamu.

Hatiku bersorak saat engkau menang lomba Porseni dulu jaman SD

Aku tertawa geli dalam hati saat melihatmu memakai kostum nyanyi buatan Mamahmu yang sungguh ajaib itu.. meskipun entah kenapa, yang keluar dari mulutku adalah komentar kalau bajumu itu kayak kostum monyet. Ketahuilah, setelah ucapan itu terlontar aku menyesal sekali wahai Anakku.

Maafkan aku yang tak pernah bisa hangat padamu.

Aku tak pernah belajar menjadi hangat.

Dulu, saat Bapak masih kecil. Bapak harus bersaing dengan 10 saudara kandung, 5 saudara tiri dari Eyang Putri Sumo dan 4 saudara tiri dari Eyang Putri Saren.

Aku tak pernah tahu betapa elusan tangan di kepala itu bisa membuat hati hangat. Aku tak pernah tahu rasanya.

Aku tak pernah tahu betapa ucapan, "kamu pintar deh!" bisa membuat hati tersenyum. Aku tak pernah tahu rasanya.

Yang aku tahu, asal bayaran sekolah ndak telat dan perut kenyang. sudah cukup.

Maafkan karena aku gagal memahami maksud hatimu

Maafkan karena aku gagal memberikan rasa hangat di hatimu.

Maafkan saat engkau memberiku kemeja hasil dari honor pertamamu nyanyi di kawinan, aku melengos tak berucap terima kasih.

Asal engkau tahu anakku ... di kantor, Bapak selalu tak bosan bercerita dengan bangga kalau anakku punya suara paling merdu.

Asal engkau tahu anakku ... temen-temen Bapak, bosan dengar cerita kalau engkau itu sungguh kreatif dan bersemangat dengan mimpi-mimpimu.

Tapi,

Satu hal yang sungguh aku sesali adalah...

Betapa dulu aku demikian egoisnya meninggalkan kalian semua.

Betapa aku tak menimbang hati saat itu.

Betapa aku tak peduli sedihmu.

Saat engkau menerimaku kembali. Semakin menggununglah rasa sesalku.

Engkau telah berbesar hati menerima, bahwa Bapakmu ini sebenarnya lelaki tanpa daya dan pendek akalnya.

Engkau, Aan dan Mamah telah berbesar hati untuk memberikanku kesempatan kedua.

Dan untuk semua yang sudah aku lakukan ... aku meminta maaf

Dan untuk semua yang sudah Engkau berikan .. terima kasih.

Bapak sayang sekali sama Agus, Aan dan Mamah.

Bapakmu,

Sandiyo


------------------------------------

Disarikan dari pembicaraan Bapak dan anak sore hari sambil minum kopi, lima tahun yang lalu


Saturday, October 03, 2009

Surat Cinta


Anakku, saat kau membaca surat ini aku ingin engkau tahu bahwa dirimu sudah berhasil membuat dadaku terasa penuh sesak karena bangga.

Tidak ada yang lebih membuat bahagia melihat kalian menjadi manusia kuat dan mampu membuat keputusan-keputusan penting untuk hidupmu.

Saat kutulis surat ini, aku masih ingat betapa dulu ... setiap pagi... saat tubuhmu wangi bedak dengan muka cemong-cemong bedak sehabis mandi ... memegang erat tanganku seperjalanan aku mengantarmu masuk kelas taman kanak-kanak dulu...

setiap pagi setiap hari selama 15 menit waktu perjalanan.

Aku ingin engkau tahu ... bahwa itu adalah 15 menit paling bahagia dalam hidup.

Ah tentu saja ... aku ralat ... tidak hanya 15 menit setiap pagi setiap hari ...

setiap detiknya sampai kini, kamu membuatku bahagia ....

bahkan pada saat-saat tersedihku.

bahkan pada saat-saat dimana aku seperti induk burung yang kelelahan merentang sayap supaya anak-anaknya tidak kedinginan terpapar air hujan.

bahkan pada saat-saat aku merasa habis daya dan bersiap menyerah kalah pada hidup.

engkau, anakku... tidak pernah gagal membuatku menjadi perempuan paling bahagia.

Saat kutulis surat ini, aku masih ingat betapa badungnya kalian dulu ...

betapa kuatirnya aku menunggu kalian pulang ke rumah karena terlalu lena dengan layangan, lumpur sawah dan belut!

betapa kututupi rasa kuatirku dengan air muka galak dan gagang sapu di pintu rumah menunggu kalian.

Tapi, asal kau tahu wahai anakku .... wangi amis paduan matahari dan keringat di tubuh dan baju kalian ... adalah aroma yang paling membuat rindu .. aroma paling wangi.

asal kau tahu wahai anakku ... air muka ketakutan kalian saat pulang ... badan bau .. baju kotor lumpur ... adalah jaminan bahwa meskipun dulu, hidup kita penuh badai dan diguncang ... tapi kalian mengalami masa kecil yang penuh ...

untuk itu, aku tidak pernah berhenti bersyukur.

Terima kasih, untuk tidak pernah mengeluh dengan masakanku yang terkadang terlalu asin...

terima kasih, untuk selalu menunjukkan air muka senang bahkan ketika kalian tahu uang di dompetku tinggal seribu.

Saat kutulis surat ini, aku masih ingat betapa aku menangis karena adukan rasa terharu, bangga sekaligus sedih menatap punggungmu saat engkau melaju pergi mengarungi kehidupan yang sudah disediakan jalannya oleh Gusti Sing Paring Urip.

Aku akui ... aku merasa ditinggal sendirian oleh kalian pada saat itu.

Aku akui... aku merasa tidak siap membayangkan kalian tidak ingat jalan pulang untuk menemui aku .. perempuan yang lambat laun dibunuh umur.

Saat kutulis surat ini ... rumah terasa sepi tanpa kalian.

Semoga kalian tidak pernah berat hati saat sedemikian sering aku menelpon kalian ...

Mengajakmu bicara apa saja ... bahkan pada hal-hal kecil seperti betapa nyinyirnya tetangga bertanya kenapa engkau ndak kawin-kawin.

Aku mulai bawel sekali ya?

menunggu telpon kalian demikian menyiksa

kalian sedang apa?

kalian baik-baik saja?

kalian ingat aku?

kenapa tak memberi kabar?

kalian lupa padaku?

lima menit mendengar suara kalian di ujung telpon sungguh memberiku kedamaian.

sabar lah padaku ya ... sesabar aku dulu menyuapimu makan saat sakit

sabarlah padaku ya ... sesabar aku dulu mengajarkan i-ni i-bu bu-di ...

sabarlah padaku ya .. sesabar aku dulu mengajarimu naik sepeda roda dua

terima kasih saat ini ... saat aku melakukan kesalahan ... saat aku menunjukkan bahwa aku bukan manusia super ... kalian masih ada disampingku

kalian masih ada menggenggam tanganku dan mengangkatku untuk kuat berdiri

kalian masih menjadi tameng hidupku ... dan menuntunku memperbaiki kesalahan-kesalahan.

sekarang dan nanti .. aku merasa yakin ... bahwa memang, kalian ingat jalan pulang ... jalan untuk menemuiku .. perempuan yang lambat laun dibunuh umur.

aku cinta kalian

aku akan mengirim cinta pada kalian .. setiap detik setiap waktu

karena aku yakin ... cintaku membuat kalian teguh menjalani hidup ...

aku cinta kalian

cinta sekali

baiklah, tanganku sudah pegal menulis sedemikian banyak.

tidur lah anakku...

bayangkan aku mencium keningmu ya ... sama seperti setiap malam dulu aku menidurkan kalian dengan bekal cium sayang di kening.

salam sayang,

Ibumu,
Suharry

..........................................

Disarikan dari pembicaraan dini hari anak dan Ibu .... ditemani udara dingin, nyamuk centil dan aroma Dji Sam Soe.